Monday, September 27, 2010

AlLoW mE tO ...


  • berjalan kaki berkilometer seperti dari jalan sabang sampai monas dibawah panas terik namun penuh tawa, dari mall kelapa gading ke terminal pulo gadung karena tak kebagian bis, dari stasiun sudimara ke pondok pucung karena tak kebagian angkot, dari shimin byoin ke halte bis demi mengirit uang beasiswa yang makin menipis, dari rumah ke kantor polisi kalibata dan balik lagi untuk mengurus KTP yang hilang, keliling kompleks menikmati sore atau pagi yang menenangkan...

  • seperti saat dalam rasa penuh kasih, penuh syukur dan berkah, dalam rasa senang, gelak tawa-canda sekedar humor insidentil,  juga dalam prihatin, secukup uang sekedar untuk yang diperlukan, sedikit rezeki berlebih untuk saling menyenangkan hati satu sama lain, saat sehat dan kuat, saat menderita cacar air dan jauh dari sanak saudara dan jauh dari tanah air...
  •  
    • menggengam tanganmu dalam harapan seperti saat menantikan kelahiran si sulung -si tengah- si bungsu, saat kalang kabut melarikan si sulung ke dokter karena jatuh dari tempat tidur pertama kali, menemani si tengah menjalani trauma konselling gara-gara baby sitter edan, saat perang mental menghadapi si bungsu yang tak mempan diberi hukuman time out time ...

      • duduk bersisian tanpa sepatah kata seperti saat aklamasi perasaan berlawanan dengan persetujuan orang tua, saat tak punya jawaban untuk semua pertanyaan dari mereka yang mempertanyakan, saat merasa tak berhak untuk memaksakan kehendak siapapun, saat marah atau gundah namun rasa benci tak cukup untuk meninggalkan satu sama lain...

      lOvE yOu ThE SaMe...

      Thursday, September 23, 2010

      Conscience



      The only guide to man is his conscience; the only shield to his memory is the rectitude and sincerity of his actions. It is very imprudent to walk thorough life without this shield, because we are so often mocked by the failure of our hopes and the upsetting of our calculations; but with this shield, however the fates may play, we march always in the rank of honor. (Winston Chruchill, 1874-1965)

      Sunday, September 19, 2010

      Menangislah demi kesehatan tubuh dan jiwa


      Beberapa orang menganggap saya adalah manusia yang terbuat dari air. Sedikit saja bercerita tentang hidup di masa lalu, saya langsung meleleh. Tak jarang juga saya tanpa tahu sebabnya membuat orang meleleh.

      Dalam perkara tangis-menangis ini, memang ada beberapa keanehan yang saya alami. Pertama, rasanya memang juga ada semacam reaksi kimia dengan orang-orang tertentu di sekitar saya, sehingga saya dan orang bisa saling mempengaruhi untuk menangis. 

      Sebutlah kawan A, yang packagingnya bak beton, kata-katanya pedas dan wataknya lebih keras dari pada kelom tasikmalaya. Tapi urusannya kalo saya sudah berdua dengan dia, saling bercerita tentang "jeroan", (perasaan)  waduuuh... mata kita langsung seperti danau kalimutu yang berwarna warni. Tentunya orang lain heran kalau mendapati manusia seperti dia bisa mewek sambil tertawa dengan saya. Dan settingnya juga biasanya tidak pernah cantik, dan diatur, jadi entah itu di kantin meong atau kantin lainnya yang panas dengan makanan tak jelas. Dan sebaliknya, saya pun bisa dibuatnya mewek karena setting hidupnya sedikit banyak mirip pahitnya. 

      Ada juga kawan B, yang kalau disebut dekat juga tidak dengan saya, tapi seringnya kita berjauhan tapi juga saling teringat. Ada di suatu masa, kami duduk bersebelahan di sofa kantor, menatap layar televisi. Ruangan saat itu agak sepi, dan kami saling bertanya tentang keadaan masing-masing sambil bisik-bisik. Setelah itu, terjadilah keanehan, mata kami tertuju pada televisi, mulut bergantian berbisik, tapi mata kami bercucuran air mata. Orang yang memergoki kami jelas heran, karena acara televisinya adalah berita dan bukan sinetron, tapi kenapa bisa dua orang menonton TV sambil matanya berair. Dua orang yang aneh!

      Tapi saya rasa orang yang bisa menangis di hadapan orang lain adalah orang yang hatinya masih bersih. Linangan airmata perlahan ataupun deras disertai sesenggukan adalah karunia dan cerminan perasaan yang mulia. Getaran emosi orang yang menangis sesungguhnya sering membuat saya merasa menjadi manusia yang berarti di hadapan Tuhan. Seperti halnya menyaksikan kehebatan orang lain, bulu kuduk saya bisa merinding dan airmata meluncur tak terbendung, disaat ada orang yang menumpahkan tangisnya kepada saya yang seringkali menganggap saya bebal atas nasehat orang lain, saya bisa merinding dan ikutan menangis. Walau seringkali saya tidak mengerti sedalam apa sedih orang itu, dan bagaimana bisa menolongnya. Meskipun dari dulu sudah ada lagu " Don't cry out loud" yang menyarankan orang untuk menyimpan baik-baik perasaannya dan tak boleh menangis keras-keras, saya rasa pencipta lagunya tidak adil karena menasehati orang untuk menahan tangis. Airmata itu sudah bagian dari ciptaanNya dan sifatnya seperti namanya itu : air, jadi pasti harus mengalir. Kenapa harus ditahan?

      Saya juga tidak setuju jika ada kriteria siapa yang boleh menangis. Apakah karena urusan mengalirkan air mata itu hanya bagian dari satu jenis gender? Apakah tangisan itu menandakan gender itu lemah? Apa hubungannya kelemahan dan air?

      Kalau ada pihak pemberi grant kepada pendukung gerakan menangis, saya pasti sudah daftar sejak pendonor tiba. Kalau boleh malah saya mau memperjuangkan kesamaan hak dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi siapa saja yang perlu menangis tanpa memandang gender atau derajat orang tersebut karena :

      1. Menangis itu melegakan
      Airmata mengandung zat mangaan, yang mempengaruhi temperamen dan zat prolaktin, yaitu hormon yang mengatur produksi  ASI. Pelepasan kedua zat ini terjadi untuk meredakan ketegangan dengan cara menyeimbangkan tingkat stress fisik dan pembuangan kedua zat tadi dapat menghilangkan unsur-unsur kimia sehingga si pelaku merasa lebih baik. Walaupun anda tidak menyusui, aliran airmata yang spontan (bukan dibuat-buat) akan melegakan perasaan secara alami, sehingga obat penenang atau zat additif lainnya tidak perlu didekati.


      2. Menangis itu sehat!
      Menurut peneliti Margaret Crepeau, Ph.D., Professor dari  Marquette University, orang yang lebih banyak menangis tigkat kesehatannya lebih baik dibanding orang yang sakit maag atau sering perut kembung. Dan penelitian pada anak-anak menunjukkan, anak  yang tenang adalah anak-anak yang dapat menangis untuk mengekspresikan kesedihannya.

      Tapi tentunya, segala sesuatu itu, meskipun baik sifatnya, tidak perlu berlebihan. Menangislah, jika memang sesuatu begitu mengganjal dan menyesakkan dada. Itulah sebabnya ada tisue diciptakan di dunia. Itu juga sebabnya kenapa manusia diberikan bahu, untuk meminjamkannya kepada orang lain yang membutuhkan. 

      Dan saya juga bisa menerima, jika saat ini ada kawan saya yang memilih untuk menangis sendirian. Walaupun ia tahu, saya dan kawan-kawannya sungguh ingin meringankan bebannya. Cuma satu pesan saya, kalau malam-malam yang lalu ia menjadi kalong untuk mengerjakan sesuatu, semoga malam-malam ini ia tidak melewatkannya untuk terlalu banyak air mata. Paling tidak, jika memang melewatkan sepanjang malam berteman air mata, semoga sebelum burung berbunyi, doa saya bisa meredakan airmatanya.











        Don't Let The Sun Catch You Crying lyrics



      Sunday, September 12, 2010

      Pelanggan adalah...

      Konsep "pelayanan pelanggan" mungkin masih terlalu abstrak bagi rata-rata orang. Tulisan guede itu cuma jadi pajangan di meja tempat wanita bersenyum manis duduk tanpa paham fungsi keberadaan pekerjaan yang mewakili tulisan itu.

      Berbeda dengan negara Jepang seperti yang disebutkan oleh Konosuke Matsushita, pendiri Matsushita Electric, yang menganggap pelanggan adalah Dewa, di NKRI ini pelanggan belum mendapat predikat apa-apa.

      Saya punya banyak pengalaman buruk sebagai pelanggan. Sebutlah beberapa mingggu lalu.

      Setting 1 : rumah sakit (UGD)
      Saya membawa ibu saya yang berusia 71 tahun dan sulit berjalan karena keluhan diare selama 2 hari. Begitu kami melarikannya ke RS, di depan unit UGD, keluarlah perawat pria yang sudah siap dengan kursi roda:
      " Ada 2 yang mengantar ya? Satu yang antar masuk ke UGD, satunya daftar dulu"
      Sungguh sapaan yang tidak menyenangkan. Dan keadaan semakin tak menyenangkan, saat saya tinggal sebentar ke kamar kecil. Setelah saya kembali dari kamar kecil, tiba-tiba saya disodori surat:
      " Tanda tangan ya di sini, tadi sekalian pasang infus, cek lab".
      " maksudnya?" jawab saya garang.
      " ya, tanda tangan aja di sini. tadi kan cek lab."
      " cek lab? lab apa? urin? atau darah? atau feses?"
      " ya tadi cek lab untuk lekositnya.  kan diarenya sudah lebih dari 10 kali, jadi tanda tangan aja"
      " SAYA TIDAK MAU TANDA TANGAN. Kenapa tidak minta persetujuan saya terlebih dahulu, baru mengambil tindakan? Lagipula ibu saya baru ke belakang 3 kali, bukan sepuluh kali. Siapa yang bilang 10 kali?"
      " tadi situ gak ada, jadi sekalian aja"
      " wah,tidak bisa begitu dong. memang tidak bisa menunggu barang sebentar? saya hanya ke kamar kecil, memangnya sekritis apa sehingga tidak bisa menunggu sebelumnya?"
      " ya kalau gak jadi, ya gak apa-apa"
      Nafas saya memburu.
      " jadi gak jadi nih?"
      " TIDAK".
      Celaka dua belas. Untung hanya diare, kalau sakit lainnya apa tidak berabe? Complaint saya kepada dokter pun tidak dianggap sesuatu yang besar. Tak ada pula permintaan maaf dari dokter. Parah.

      Situasi 2 : kedai yogurt
      Setelah mengambil yogurt, tibalah saat membayar:
      " berapa semuanya?" tanya saya.
      " 74.100. ada uang 100 rupiah? " tanya sang kasir.
      Saya merogoh kantung, tas, dompet. Tak ada uang 100 rupiah.
      "adanya 200 rupiah"
      "ya gak apa-apa. ini kembalinya jadi Rp 26.000. tadi uangnya Rp 100.000".
      Saya bengong. Bukankah harusnya dia yang minta maaf karena saya jadi membayar kelebihan Rp 100? lah kok jadi saya yang minta maaf?

      Situasi 3 : toko buku
      Saya tengah mencari stamp bed pada untuk anak. saya cari-cari tak bertemu
      " ada di sebelah mana ya yang anti toxic"
      " gak tau, cari aja di dalam" tanpa bergeming sedikt [
      Hampir saja kepalan saya mendarat di pipi si jkasir.  Grrrrrrrrrrrrrrrr...